Penjelajah

Minggu, 29 Agustus 2010

Hadits Dha'if Dan Maudhu'

Al-Qur'an Hadits Online dari www.syekhmasgun.blogspot.com/search/label/'Ulumul Hadits dari Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani [Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Edisi Th I/No. 03/Dzulhijjah 1423/Februari 2003. Diterbitkan Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Redaksi Perpsutakaan Bahasa Arab Jl. Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya] dan telah disalin di www.almanhaj.or.id/content/2209/slash/0, berkata: Suatu musibah besar yang menimpa kaum muslimin semenjak masa lalu adalah tersebarnya hadits dhaif (lemah) dan maudhu (palsu) di antara mereka. Saya tidak mengecualikan siapapun di antara mereka sekalipun 'ulama-'ulama’ mereka, kecuali siapa yang dikehendaki Allah di antara mereka dari kalangan para ulama’ Ahli Hadits dan penelitinya sepert Imam Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Main, Abu Hatim Ar Razi dan selain mereka. Dan dampak yang timbul dari penyebarannya adalah adanya kerusakan yang besar. (Karena) di antara hadits-hadits dhaif dan maudhu itu, terdapat masalah (yang berkenaan dengan) keyakinan kepada hal-hal ghaib, dan juga masalah-masalah syari’at. Dan pembaca yang mulia akan melihat hadits-hadits tersebut, insya Allah. Dan sungguh hikmah Allah, Dzat yang Maha Mengetahui menetapkan, untuk tidak meninggalkan hadits-hadits yang dibuat oleh orang-orang yang berpaling dari kebenaran, untuk tujuan yang bermacam-macam. Hadits itu “berjalan” di antara kaum muslimin tanpa ada yang mendatangkan dalam hadits-hadits itu orang yang (dapat) “menyingkapkan penutup” hakikatnya, dan menerangkan kepada manusia tentang perkara mereka. (Orang yang dimaksud tersebut adalah) Imam-Imam ahli hadits, yang membawa panji-panji sunnah nabawiyyah, dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi mereka dengan sabdanya : “Artinya : Semoga Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, lalu menjaga, menghafal dan menyampaikannya. Karena bisa jadi orang yang membawa pengetahuan tidak lebih faham dari orang yang disampaikan”. [Hadits riwayat Abu Dawud, Tirmidzi (dan beliau menshahihkannya) dan Ibnu Hibban dalam shahihnya] Para ulama’ ahli hadits telah menerangkan keadaan sebagaian besar hadits-hadits itu, baik itu shahihnya maupun dha’ifnya. Dan menetapkan dasar-dasar ilmu hadits, membuat kaidah-kaidah ilmu hadits. Barang siapa mendalami ilmu-ilmu itu dan memperdalam pengetahuan tentangnya, dia akan mengetahui derajat suatu hadits, walaupun hadist itu tidak dijelaskan oleh mereka. Yang demikian itu adalah (dengan) Ilmu Ushulul Hadits atau Ilmu Musthala Hadits. Para ulama’ yang hidup pada masa belakangan telah mengarang satu kitab khusus untuk mengungkap suatu hadits, dan menerangkan keadaannya. Salah satu kitab yang termasyhur dan paling luas adalah kitab : "al-Maqosidu al-Hasanah fi Bayani Katsirin minal ahaadits al-Mustaharah 'alal alsinah" Yang dikarang oleh Al Hafidh As Sakhowi, dan kitab-kitab yang semisalnya, dari kitab-kitab “Takhrijul hadits”. Kitab-kitab itu menerangkan keadaan hadits yang terdapat dalam kitab-kitab bukan ahli hadits, dan menerangkan hadits yang tidak ada asalnya. Seperti kitab : "Nasbu ar-Rayati li ahaditsil hidayah" Yang dikarang oleh al-Hafidz az-Zaila’i, dan kitab : "Al-Mughni an hamlil asfar fi al-Asfar fi Takhriji ma fil ihyai minal akhbar" Yang dikarang oleh al-Hafidh al-Iraqi, dan kitab : "At-Talhis al-Habir fi Tahrij ahadits ar-Rafi'i al-Kabir" Yang dikarang al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, dan juga kitab "Tahriju Ahadits al-Kassyaf" Yang juga dikarang al-Hafidh Ibnu Hajar Asqalani dan juga kitab : "Tahriju ahadits as-Syifaa" Yang dikarang oleh Syekh as-Suyuthi. Dan semua kitab-kitab tersebut diatas tercetak. Padahal ulama-ulama ahli hadits tersebut, (semoga Allah membalas kebaikan mereka) telah memudahkan jalan bagi para ulama dan penuntut ilmu setelah mereka, sehingga mereka mengetahui derajat suatu hadits pada kitab-kitab itu dan kiab-kitab yang semisalnya. Akan tetapi kami melihat mereka (ulama’ dan penuntut ilmu) “dengan rasa prihatin”, telah berpaling dari membaca kitab-kitab yang tersebut di atas, mereka tidak mengetahui (dengan sebab berpaling dari membaca kitab-kitab tersebut diatas) keadaan hadits-hadits yang mereka hafalkan dari Syaikh-Syaikh mereka, atau yang mereka baca dari kitab-kitab yang tidak “memeriksa” hadits-hadits yang shahih atau dha’if, oleh karena itu hampir-hampir kita mendengarkan suatu nasihat dari orang-orang yang memberi nasihat, pengajian dari salah seorang ustadz atau khutbah dari seorang khathib, melainkan kita dapati hadits-hadits lemah atau palsu (disampaikan), dan ini adalah perkara yang membahayakan, (karena) dikhawatirkan atas mereka termasuk orang-orang yang diancam oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya : “Artinya : Barang siapa berdusta dengan sengaja atas namaku maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di Neraka”. [Hadits shahih mutawatir] Karena sesungguhnya mereka walaupun tidak berniat berdusta secara langsung tetapi telah melakukan perbuatan dosa, karena mereka menukil hadits-hadits semuanya (tanpa menyeleksi), sedang mereka mengetahui bahwa dalam hadits-hadits itu terdapat hadits dha’if dan maudhu’. Dan mengenai hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat dengan sabdanya : “Artinya : Cukuplah seorang dianggap pendusta karena menceritakan perkataan yang ia dengar” [HR. Muslim] Kemudian diriwayatkan dari Imam Malik bahwa beliau berkata : “Ketahuilah tidak akan selamat seorang lelaki yang menceritakan apa saja yang ia dengar, dan selamanya seorang tidak akan menjadi pemimpin jika ia menceritakan setiap perkataan yang ia dengar”. Imam Ibnu Hibban berkata dalam shahihnya halaman 27 tentang bab : “Wajibnya masuk neraka bagi seseorang yang menyandarkan sesuatu ucapan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan ia tidak mengetahui kebenarannya”. Kemudian ia menukil dengan sanadnya dari Abu Hurairah secara marfu’ : “Artinya : Barang siapa berkata atasku apa yang tidak aku katakan,maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka”. [Sanad hadits ini hasan, dan asalnya dalam shahih Bukhari dan Muslim] Dan Imam Ibnu Hibban berkata tentang bab “khabar yang menunjukkan benarnya apa yang kami isyaratkan padanya pada bab yang lalu”. Lalu ia menukil dengan sanadnya dari Samrah bin Jundub, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barang siapa menceritakan dariku suatu hadits dusta, maka ia termasuk seorang pendusta”. [Hadits riwayat Muslim] Maka jelaslah dengan apa yang disebutkan (diatas), bahwa tidak diperbolehkan menyebarkan hadits-hadits dan riwayat-riwayatnya tanpa tasabbut (mencari informasi tentang kebenarannya). Dan barang siapa melakukan perbuatan itu (menyebarkan hadits tanpa mencari kejelasan tentang kebenarannya terlebih dahulu) maka ia terhitung berdusta atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Sesungguhnya berdusta kepadaku, tidak sebagaimana berdusta kepada salah seorang (di antara kalian), barang siapa berdusta kepadaku secara sengaja, maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di neraka”.[HR. Muslim] Oleh karena bahayanya perkara ini, saya berpendapat untuk memberi andil dalam “mendekatkan” pengetahuan tentang hadits-hadits yang kita dengar pada masa kini, atau hadits-hadits yang kita baca dalam kitab-kitab yang telah beredar, yang (tidak jelas kedudukannya) menurut ahli hadits, atau (hadits-hadits itu atasku palsu). Semoga hal ini menjadi peringatan dan mengingatkan bagi orang yang mengambil pelajaran sedang ia takut (kepada Allah Jalla Jala Luhu). [Lihat Silsilah Hadits Dhaifah halaman 47-51] Hadits-hadits Dhaif dan maudhu yang tersebar dan diyakini (bahkan) diamalkan. [1]. Hadits Palsu Rasululla Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa diberi (oleh Allah Jalla Jala Luhu) kelahiran seorang anak, lalu ia beradzan di telinga anaknya yang sebelah kanan da iqomah di sebelah kiri, maka syetan tidak akan membahayakan anak tersebut” [Silsilah Hadits Dhaifah jilid I hadits nomor 321] [2]. Hadits Palsu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa menunaikan haji ke Baitullah dan tidak berziarah (mengunjungiku) maka ia telah menjauhiku” [Silsilah Hadits Dhaifah jilid I hadits nomor 45] [3]. Hadits Palsu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menunaikan haji, lalu berziarah ke kuburku sesudah aku mati,maka ia seolah-olah berziarah kepadaku ketika aku masih hidup” [Silsilah Hadits Dhaifah jilid I hadits nomor 47] [4]. Hadits Palsu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa berziarah ke kubur orang tuanya atau salah seorang dari keduanya setiap hari Jum’at, niscaya diampuni dan ditulis baginya kebaikan” [Silsilah Hadits Dhaifah jilid I hadits nomor 49] [5]. Hadits Palsu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Barangsiapa berziarah ke kubur kedua orang tuanya setiap hari Jum’at, lalu membaca di samping kubur kedua orang tuanya atau kubur salah seorang dari keduanya surat Yasin, niscaya diampuni dengan setiap ayat atau huruf (yang dibacanya)” [Silslah Hadits Dhaifah jilid I hadits nomor 30]. www.alquranhaditsonline.blogspot.com

21 Istilah Penting Dalam Ilmu Hadits

Al-Qur'an Hadits Online: "Setidaknya ada sekitar 21 istilah penting dalam ilmu hadits yang harus kita ketahui dalam mempelajari ilmu hadits, agar tidak terjadi kesalahan dalam mendalami hadits-hadits warisan rasul saw ke depan." (Mas Gun).

1. Ilmu Musthalah Hadits :

Ilmu dengan ushul (landasan-landasan) dan kaidah–kaidah yang dengannya diketahui keadaan sanad dan matan dilihat dari sisi diterima atau ditolak. Pembahasannya adalah sanad dan matan dari sisi diterima atau ditolak. Faidahnya adalah membedakan antara hadits yang shahih dari yang dha’if.

2. Hadits
Etimologis : Sesuatu yang baru, lawan dari alqadim (lama), bentuk jamaknya Ahadits.
Terminologis : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam baik perkataan, perbuatan, penetapan ataupun sifat.

3. Atsar
Etimologis : Sisa dari sesuatu, bentuk jamaknya al-aatsaar.
Terminologis : Segala sesuatu yang disandarkan kepada para Shahabat dan Tabi’in.

4. Riwayat
Etimologis : Bentuk mashdar dari kata kerja rowa yang artinya menukil dan menceritakan.
Terminologis : Ilmu menukil berbagai sabda Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam dan perbuatannya dengan rentetan pendengar, menghafal, penelitian dan menuliskannya.

5. Dirayat
Etimologis : Bentuk mashdar dari kata kerja daroo yang artinya mengetahui.
Terminologis : Ilmu yang dengannya diketahui macam–macam riwayat dan hukum–hukumnya, syarat – syarat perawi, tingkatan–tingkatan objek riwayat dan menguraikan makna–maknanya.

6. Mutawatir
Etimologis : Bentuk isim fa’il dari kata tawaataro yang artinya bertutut–turut.
Terminologis : Hadits yang diriwayatkan banyak perawi dan menurut kebiasaan mustahil mereka bersepakat atas kedustaan .

7. Hadits Aahad
Etimologis : Aahad bentuk jamak dari ahad yang berarti satu, yaitu awal bilangan.
Terminologis : Hadits yang tidak terkumpul padanya syarat–syarat Mutawatir.

8. Hadits Qudsi
Terminologis : Hadits yang sanadnya adalah Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam bersambung kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Maka diriwayatkan oleh Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam bahwa itu adalah Kalamullah Ta'ala.

9. Sanad
Etimologis : Sesuatu yang jadi sandaran.
Terminologis : Jalan yang sampai kepada matan. Atau juga : rangkaian perawi yang sampai kepada matan.

10. Matan
Etimologis : Bagian dari tanah tinggi yang keras.
Terminologis : Kalam (perkataan) yang didahului sebelumnya oleh akhir sanad.

11. Syadz
Etimologis : Yang sendirian yaitu menyendiri dari orang banyak.
Terminologis : Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul (diterima riwayatnya) tapi menyelisihi orang yang lebih utama atau lebih kuat darinya.

12. Al – ‘Illah
Etimologis : Penyakit. Jamaknya ‘Ilal.
Terminologis : Penyebab yang tersembunyi dan tidak jelas yang bisa merusak kashahihan hadits.

13. Hadits Shahih
Etimologis : Shahih antonim dari kata saqim (sakit).
Terminologis : Hadits yang tersambung sanadnya dengan diriwayatkan oleh rawi yang adil dan sempurna hafalannya dari rawi sepertinya sampai akhir, tanpa ada keganjilan ( syadz ) dan cacat ( illat )

14. Hadits Hasan
Etimologis : Hasan adalah sifat yang berarti perhiasan dan keindahan.
Terminologis : Hadits yang tersambung sanadnya dengan diriwayatkan oleh rawi yang adil dan ringan hafalannya dari rawi sepertinya sampai akhir, tanpa ada keganjilan (syadz) dan cacat (illat).

15. Hadits Dha’if
Etimologis : Dha’if adalah antonim dari kata qowie (kuat).
Terminologis : Hadits yang tidak terhimpun padanya semua syarat hasan dikarenakan kehilangan salah satu syarat hasan.

16. Hadits Maudhu’
Etimologis : Bentuk isim maf’ul dari kata kerja wadho’a yang artinya turun atau menurunkan, lawan kata dari Rofa’a (naik, menaikkan).
Terminologis : Kebohongan yang diada–adakan dan dibuat–buat kemudian dinisbatkan kepada Rasulullah Sallallahu 'Alahi Wasallam dengan sengaja.

17. Marfu’
Etimologis : Bentuk isim maf’ul dari kata ar-raf’u (tinggi), antonim dari kata wadho’a (= turun, rendah ) Sepertinya dinamakan marfu’ seperti itu karena dinisbatkan kepada pemilik kedudukan yang tinggi yaitu Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam.
Terminologis : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Sallallahu 'Alahi Wasallam baik perkataan, perbuatan, penetapan ataupun sifat, baik sanadnya muttasil ( tersambung ) atau munqathi’ (terputus).

18. Mauquf
Etimologis : Bentuk isim maf’ul dari kata kerja waqofa yang artinya diam dan berdiri.
Terminologis : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Shahabat radiyallahu 'anhum baik perkataan, perbuatan ataupun penetapan.

19. Maqthu’
Etimologis : Bentuk isim maf’ul dari kata qotho’a, dimana dia adalah antonim dari kata washola (menyambung).
Terminologis : Segala sesuatu yang disandarkan kepada Tabi’in atau yang dibawah mereka baik perkataan ataupun perbuatan.

20. Al - Jarh
Etimologis : Bentuk mashdar dari kata kerja jaroha yang artinya memberikan bekas luka pada tubuh akibat senjata.
Terminologis : Suatu sifat jika ada pada seorang perawi, maka hilanglah penghargaan atas ucapannya dan batallah mengamalkan riwayatnya.

21. At - Ta'dil
Etimologis : Bentuk mashdar dari kata kerja ‘addala yang artinya menegakkan dan meluruskan.
Terminologis : Menyifati seorang rawi dengan apa–apa yang mengharuskan riwayatnya diterima. www.alquranhaditsonline.blogspot.com

Perbedaan Hadits Qudsi Dengan Hadits Nabawi

Al-Qur'an Hadits Online: "Dalam hidup ini ada kalanya kita lebih cenderung mencari persamaan untuk kesatuan, namun ada kalanya kita juga mencari perbedaan karena ada hikmah dalam perbedaan itu, terjauh dari niat memecah belah, semata agar ummat tidak menyamakan semua hadits yang ada, karena realitanya masing-masing hadits yang Rasul wariskan kepada kita memiliki karakteristik dan derajat yang berbeda-beda." (Mas Gun).

Jika kita mau menyimak hadits-hadits warisan Rasul saw, maka kita temukan perbedaan antara hadits qudsi dengan hadits nabawi. Adapun perbedaan antara hadits qudsi dengan hadits nabawi terletak pada sumber dan proses pemberitaannya. Hadits qudsi makna kalimatnya dari Allah yang disampaikan via wahyu, sedangkan redaksinya dari Nabi saw yang disandarkan langsung kepada Allah. Sedangkan hadits nabawi, makna pemberitaan dan redaksi hadits berdasarkan ijtihad dari Nabi saw sendiri.

Pada hadits qudsi Rasul menjelaskan isi kandungan yang tersurat atau yang tersirat pada wahyu yang diterima Nabi dari Allah, tetapi penyampaiannya disandarkan kepada Nabi sebagai pihak penyampai berita dari Allah dan hakikat penyandaran berita kepada Allah sebagai pihak sumber awal berita diterima Nabi saw, maka pemberitaan seperti ini dalam ilmu hadits di sebut dengan istilah taufiqi.

Sedangkan pada hadits nabawi, kalimat pada matan hadits merupakan hasil dari ijtihad Nabi saw yang beliau fahami dari Al-Qur'an, karena beliau bertugas sebagai pentarjim dan pentafsir Al-Qur'an sesuai dengan bahasa dan tingkat daya nalar pemikiran ummat yang sedang beliau hadapi. Penyampaian Nabi dari biasisasi pentafsiran Qur'an itu akan didiamkan wahyu, jika yang beliau sampaikan benar, tetapi selalu direnopasi oleh wahyu yang turun jika penyampaian Nabi saw terdapat kesalahan. Maka pemberitaan seperti ini dalam ilmu hadits disebut dengan istilah tauqifi. www.alqur'anhaditsonline.blogspot.com

JAMA'AH

TENTANG ANE

Foto saya
Sibolga, Sumatera Utara, Indonesia
Insya Allah ahli di bidang pengobatan segala jenis penyakit medis/non medis dengan tarif Rp....... Seikhlasnya. Dengan keikhlasan, kita mampu lebih maksimal menolong sesama sedaya mampu yang Allah anugerahkan kepada kita, sudah banyak yang sembuh dan sekarang giliran anda. Hub saya di Hp: 085276600050.